HOT PROMO 16 Mei - 27 Juni 2009 - CLUB PRIVE GIFTS -
Hai !!! Ada hot promo nih..... Jika mendaftar sebagai consultant Oriflame tgl 16 Mei - 27 Juni 2009 maka biaya pendaftaran Rp. 39.900,- maka akan dikembalikan Rp. 30.000 saat melakukan order pertama senilai min. Rp. 175.000, . Jadi bergabung di masa promo ini hanya Rp. 9.900,-. Terus.... kl dah join ada Welcome Program nih. Kali ini WP nya sangat menarik.
1. Welcome Program Step 1 (WP1)
Kumpulkan minimum 75BP untuk lulus Welcome Program Step 1 (WP1). Dapatkan Hadiah Optimals Seeing is Believing Multi Benefits Eye Cream senilai Rp. 129.000 secara GRATIS.
2. Welcome Program Step 2 (WP2)
Kumpulkan minimum 100BP di bulan kedua untuk lulus WP2. Dapatkan Hadiah Club Prive Metallic Tote Bag senilai Rp. 229.000 secara GRATIS.
3. Welcome Program Step 3 (WP3)
Kumpulkan Minimum 125BP di bulan ketiga. Dapatkan Hadiah Miss O Club Prive EDT senilai Rp. 249.000 secara GRATIS.
So.... buruan join !!!! Tunggu apalagi, rugi loh kl ga ;D
Cinta Seorang Ibu
Apa yang paling dinanti seorang wanita yang baru saja menikah?Sudah pasti jawabannya adalah kehamilan.Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, seberat apa pun langkahyang mesti diayun, seberapa lama pun waktu yang kan dijalani, tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan; "positif".Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil diperutnya. Seringkali ia bertanya; menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedih atau bahagiakah ia di dalam sana? Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia.Rasa sakit pun sirna sekejap mendengar tangisan pertama si buah hati,tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran.
Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar. Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak-anak.Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak-anak.Si kecil baru saja berucap "Ma?" segera ia mengangkat telepon untuk mengabarkan ke semua yang ada didaftar telepon. Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru,bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka. Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami takterhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhentiditengah jalan."Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil. Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue. Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang,ia urung membeli baju untuknya dan berganti mengambil baju untuk anak.Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju sikecil. Meski pun, terkadangia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak.Disaat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas,periksalah catatannya.Di kertas kecil itu tertulis: 1. Uang sekolah anak, 2. Beli susu anak, 3. ? nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya.Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli. Takkan dibiarkan si kecil menangis, apapun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar.Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran.Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya. Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia terus pun mendongeng.
Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke kampus. Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan anak-anak tercinta. Serta merta kalimat, "sudah makan belum?" tak lupa terlontar saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu kerap ia timang dalam dekapannya itu sudah menjadi orang dewasa yang bisa membeli makan siangnya sendiri di kampus.Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera airmata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanyamiliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya iaberlirih, "Masihkah kau anakku??"Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir.Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "bila ibu meninggal,ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya. Ibu lah sekolah cinta saya, sekolahyang hanya punya satu mata pelajaran: cinta. Sekolah yang hanya punya satu guru: pecinta. Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: yang dicinta.
Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar. Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak-anak.Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak-anak.Si kecil baru saja berucap "Ma?" segera ia mengangkat telepon untuk mengabarkan ke semua yang ada didaftar telepon. Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru,bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka. Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami takterhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhentiditengah jalan."Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil. Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue. Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang,ia urung membeli baju untuknya dan berganti mengambil baju untuk anak.Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju sikecil. Meski pun, terkadangia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak.Disaat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas,periksalah catatannya.Di kertas kecil itu tertulis: 1. Uang sekolah anak, 2. Beli susu anak, 3. ? nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya.Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli. Takkan dibiarkan si kecil menangis, apapun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar.Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran.Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya. Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia terus pun mendongeng.
Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke kampus. Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan anak-anak tercinta. Serta merta kalimat, "sudah makan belum?" tak lupa terlontar saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu kerap ia timang dalam dekapannya itu sudah menjadi orang dewasa yang bisa membeli makan siangnya sendiri di kampus.Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera airmata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanyamiliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya iaberlirih, "Masihkah kau anakku??"Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir.Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "bila ibu meninggal,ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya. Ibu lah sekolah cinta saya, sekolahyang hanya punya satu mata pelajaran: cinta. Sekolah yang hanya punya satu guru: pecinta. Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: yang dicinta.